Kamis, 22 November 2012

pengukuran profil memanjang dan melintang


Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang

Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Dengan pengukuran profil ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai beda tinggi sangat berguna dalam cut dan fill  suatu permukaan tanah yang tidak rata, misalnya saja dalam pengerjaan jalan raya atau jalur kereta api.
Mengingat begitu besarnya manfaat sipat datar profil, maka pengukuran ini mutlak harus dikuasai oleh surveyor ataupun mahasiswa teknik Geomatika. Salah satu cara untuk menguasai pengukuran sipat datar profil adalah dengan pelaksanaan praktikum secara sungguh-sungguh atau dengan memperbanyak jam terbang pengukuran
Prosedur Lapangan Menggunakan Waterpass
Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu pemegang alat dan pemegang rambu ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang konsisten. Ketepatan survey tergantung dari ketelitian membuat garis bidik horizontal, kemampuan pemegang rambu ukur dalam memegang rambu ukur secara vertical, dan presisi rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung gas juga harus memperhatikan penyetelan tabung nivo dan presisi sejajar suatu nivo dan garis bidik. Tidak boleh terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang dan bidik muka pada stasiun alat. (Wirshing, 1995)
Pengoperasian Alat
Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sifat datar. Setelah alat disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang, mendatarkan, dan melakukan pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan terdiri dari penentuan posisi dimana salib sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil pembacaan tersebut. Tiap alat  yang dipasang memerlukan satu pembacaan bidik belakang untuk menetapkan tinggi alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik muka untuk menentukan elevasi titik di sebelah muka ( sebuah titik stasiun atau elevasi ). Pembacaan halus biasanya sampai 0,01 ft kecuali digunakan target pada rambu ukur. Target tunggal yang dibaca dapat menimbulkan kesalahan tak sengaja. Tambahan bidik muka dapat dilakukan terhadap titik-titik lain yang dsapat dilihat dari tempat alat dipasang apabila elevasi titik-titiki ini juga diperlukan. Tergantung pada tipe survei dan alat yang dipakai, baik benang tengah, semua ketiga benang salib sumbu, atau cara dengan mikrometer dapat digunakan untuk melakukan pembacaan. (Wirshing, 1995)
Langkah-langkah Untuk Mengambil Pembacaan Sebuah Waterpass
  1. Waterpass dipasang dan didatarkan
  2. Teropong diarahkan sedemikian rupa sehingga benang vertikal berimpit dengan salah satu sisi rambu ukur dan alat dikunci.
  3. Lensa objektif difokuskan dan paralaks dihapus.
  4. Gelembung nivo diperiksa, digeser ke tengah dan disetel kalau perlu.
  5. Rambu ukur dibaca dan hasilnya dicatat.
  6. Gelembung nivo diperiksa lagi apakah masih tetap di tengah-tengah. Apabila gelembung tergeser dari tengah-tangah, ia harus diketengahkan lagi dan pembacaan diulangi.
  7. Setelah pemegang alat merasa puas bahwa gelembung tetap di tengah-tengah ketika pembacaan dilakukan, selisih pembacaan antara benang atas dan benang bawah dibaca untuk mengukur jarak dari waterpass sampai mistar ukur. Jarak ini dipakai untuk menyeimbangkan jarak bidik muka dan bidik belakang dan cukup dibaca sampai ketelitian sentimeter terdekat.
  8. Pemegang alat memberi tanda kepada pemegang rambu ukur untuk maju ke posisi berikutnya.
  9. Kunci teropong dibuka, teropong diputar, diarahkan ke posisi rambu ukur berikutnya dan difokuskan. Paralaks dihapus, posisi gelembung nivo diperiksa apakah masih di tengah-tengah, ramb u ukur dibaca, dan posisi gelembung nivo diperiksa ulang.
  10. Tahapan-tahapan ini diulangi sampai jumlah bidik muka yang diinginkan diambil dan sebuah titik stasiun ditetapkan. Jarak rambu ukur pada titiki stasiun diukur dan dicatat. Pemegang rambu ukur kemudian mengambil posisi di atas stasiun.
  11. Waterpass dipindahkan ke posisi pemasangan berikutnya dan prosedur ini diulangi. (Wirshing,
Metode Penghitungan Beda Tinggi 
Description: http://belajargeomatika.files.wordpress.com/2011/06/graphic1.jpg?w=595                                                                         Gambar 2.1 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi
Penghitungan beda tinggi antara dua titik yang diukur dengan waterpass dapat dihitung dengan rumus
ΔH = BTB – BT
Keterangan :
BTB : Benang tengah belakang
BTM : Benang tengah muka
Istilah-istilah :
-          1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan rambu belakang.
-          1 seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang ± 1-2 km yang terbagi dalam slag yang genap dan diukur pulang pergi dalam waktu satu hari.
(Nurjati, 2004 )
Kesalahan-Kesalahan Pada Sipat-Datar
Kesalahan-kesalahan pada sipat-datar dengan menggunakan instrumen sipat datar diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kesalahan Petugas :
  1. Disebabkan oleh observer
    1. Pengaturan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (penempatan gelembung nivo yang tidak sempurna dan sebagainya).
    2. Instrumen sipat datar tidak ditempatkan pada jarak yang sama dari kedua rambu.
    3. Kesalahan pembacaan.
    4. Kesalahan pencatatan.
    5. Disebabkan oleh rambu
      1. Penempatan rambu yang tidak betul-betul vertikal.
      2. Rambu tipe perpanjangan seperti misalnya rambu  Sopwith yang perpanjangannya dirasakan kurang sempurna.
      3. Disebabkan terbenamnya rambu, karena tidak ditempatkan pada tumpuan yang keras.
Selanjutnya kesalahan yang disebabkan kekurangan-kekurangan pada tanda-tanda indeks rambu karena titik-titik balik bernomor genap yang tidak tersedia antara dua titik dapat dianggap sebagai kesalahan pembidik. Pada sipat datar teliti, seluruh jarak harus dibagi menjadi bagian-bagian berjumlah genap untuk menentukan titik-titik balik.
  1. Kesalahan Instrumen :
    1. Disebabkan oleh petugas
      1. Penyetelan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (garis kolimasi tidak sejajar dengan sumbu niveu tabung)
2.   Parallax yang timbul pada saat pengukuran
  1. Disebabkan oleh rambu
    1. Graduasi rambu yang tidak teliti. Untuk perbaikannya dibutuhkan kalibrasi.
    2. adanya kesalahan indeks rambu.
    3. Sambungan rambu yang tidak sempurna (terutama pada tipe perpanjangan).
  2. Kesalahan Alami :
    1. Pengaruh sinar matahari langsung : sinar matahari langsung dapat merubah kondisi intrumen sipat datar dan karenanya merubah garis kolimasi. Pada sipat datar teliti selama observasi, instrumen sipat datar harus terlindung dari sinar matahari. Demikian pula, pemuaian atau penyusutan skala rambu harus dikoreksi disesuaikan dengan temperatur rambu tersebut.
    2. Perubahan posisi intrumen sipat datar dan rambu-rambu : Karena beratnya sendiri, baik instrumen sipat datar maupun rambu akan dapat terbenam, jika ditempatkan di atas tanah yang lunak. Pada tempat-tempat seperti itu, penyangga statif dan rambu haruslah dibuat khusus seperti piket, patok atau harus dipilih tempat-tempat padat. Angin yang berhembus kencang akan menyulutkan pekerjaan pengukuran, dan untuk menghindarinya dapat digunakan perisai pelindung atau menggunakan rambu yang pendek.
    3. Pengaruh refraksi cahaya : sebagaimana dimaklumi, bahwa berkas cahaya yang melintasi udara dengan kerapatan yang berbeda-beda akan direfraksikan. Sedangkan dekat di atas permukaan tanah temperatur udara sangat berubah-ubah dan karenanya perubahan kerapatannyapun besar pula. Karena itu pembacaan rambu menjadi sulit dan mungkin sekali tidak teliti. Untuk meningkatkan ketelitiannya, jarak bidikan haruslah sependek mungkin. Selanjutnya diusahakan agar posisi instrumen sipat datar terletak di tengah-tengah antara kedua rambu.
    4. Pengaruh lengkung bumi : karena permukaan bumi tidaklah datar, akan tetapi berbentuk speris, maka lengkung permukaan bumi haruslah diperhitungkan. Tetapi hal ini merupakan problema yang kecil pada sipat datar. Lebih-lebih apabila instrumen sipat datar ditempatkan di tengah-tengah antara kedua rambu, maka pengaruhnya dapat diabaikan. (Sosrodarsono, 1983)
Sipat Datar Profil
Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah atau tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, baik secara memanjang maupun melintang.
Pengukuran profil dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, yaitu dengan mengukura ketinggian dari masing-masing titik. Hasil pengukuran ini merupakan informasi untuk perencanaan jalan raya, jalan kereta api, irigasi jalur pipa dan lain-lain, seperti dalam:
  1. Menentukan gradien yang cocok untuk pekerjaan konstruksi.
  2. Menghitung volume pekerjaan.
  3. Menghitung volume galian dan timbunan yang perlu disiapkan.
Pengukuran Sipat Datar Profil dibagi menjadi dua pekerjaan yaitu sipat datar profil memanjang dan sipat datar profil melintang sedangkan pada tahap penggambaran, biasanya dilakukan penggambaran situasi sepanjang jalur pengukuran sipat datar profil memanjang maupun melintang dengan skala yang berbeda agar kondisi tanah secara vertikal akan lebih jelas terlihat. (Nurjati, 2004 )
a. Profil Memanjang
Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil memanjang tidak jauh berbeda dengan sipat datar memanjang, yaitu melalui jalur pengukuran yang nantinya merupakan titik ikat bagi sipat datar profil melintangnya, sehingga mempunyai ketentuan sebagai berikut :
•     Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tenah (as) jalur pengukuran dan dilakukan pengukuran pada setiap perubahan yang terdapat pada permukaan tanah.
•     Data ukuran jarak dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis.
Description: http://belajargeomatika.files.wordpress.com/2011/06/prof-memanjang1.jpg?w=595
Gambar 2.2 Profil Memanjang Tampak Atas
Cara Pengukuran :
 Alat di Atas Titik.
Description: http://belajargeomatika.files.wordpress.com/2011/06/profil.jpg?w=595
Gambar 2.3 Profil Memanjang Alat di Atas Titik
  1. Tempatkan alat sipat datar diatas patok (A).
  2. Lakukan centering, sehingga alat tepat di atas titik A.
  3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap.
  4. Ukur tinggi alat diatas patok.
  5. Bidik rambu pada titik 1 kemudian baca BA, BT dan BB.
  6. Hitung d (jarak) dari alat ke rambu, d=(BA-BB).100
  7. Lakukan hal yang sama (v, vi, vii) pada setiap titik relief (ii, iii, dst) ini pada seksi AB, untuk pengukuran pada seksi BC, maka alat isa dipindahkan pada titik B.
  8. Lakukan urut-urutan dari nomor i s/d vii.
  9. Hitungan : H1 = HA+∆HA1
H2 = HA+∆HA2
Hn = HA+∆HAn    (Nurjati, 2004 )

b. Profil Melintang
Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil melintang dilakukan setelah pengukuran sipat datar profil memanjang, jarak antar potongan melintang dibuat sama, sedangkan pengukuran kearah samping kiri dan kanan as jalur memanjang lebarnya dapat ditentukan sesuai perencanaan dengan pita ukur misalnya pada jalan raya, potongan melintang dibuat dari tepi yang satu ke tepi yang lain. Arah potongan melintang tegak lurus dengan as, kecuali pada titik tikungan (contoh pada titik B) maka potongan diusahakan membagi sudut terseut sama besar atau bila perlu dibuatkan 2 buah potongan melintang yang masing-masing tegak lurus pada arah datang dan arah belokan selanjutnya.
                                                                         Description: http://belajargeomatika.files.wordpress.com/2011/06/prof-melintang.jpg?w=595
                                       Gambar 2.4 Arah Potongan Melintang
Cara Pengukuran :

 Alat di Atas Titik
  1. Tempatkan alat di atas titik A.
  2. Lakukan centering.
  3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap.
  4. Ukur tinggi alat diatas patok.
  5. Bidik rambu diatas titik 1. Baca BA, BT dan BB.
  6. Hitung jarak optis dari alat ke rambu 1, d =(BA-BB).100
  7. Lakukan hal yang sama (v,vi,vii) pada titik-titik 2, 3, 4 dan seterusnya sebagai titik-titik relief.
  8. Demikian juga point 1 s/d 8 dilakukan pada setiap potongan melintang.

http://belajargeomatika.wordpress.com/2011/06/18/pengukuran-profil-memanjang-dan-melintang/


pemetaan topografi


Pemetaan Topografi
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan keadaan topografi permukaan bumi, baik mengenai unsur alami maupun unsur buatan manusia. Penyajian data tersebut sangat tergantung pada skala peta, semakin besar skala peta tersebut akan semakin rinci data yang dapat di sajikan, dan sebaliknya semakin kecil skala peta yang dibuat maka semakin kurang rinci pula data yang disajikannya.
Secara garis besar metode pemetaan topografi dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu metode teresteris, metode fotogrametris dan foto udara. (Subagio. 2000)
  1. Metode teresteris
Pada dasamya pemetaan topografi ini terbagi atas tiga macam pekerjaan, yaitu pengukuran topografi, pengolahan data ukuran dan pencetakan peta.
Dalam metode teritris ini, semua pekerjaan pegukuran topografi dilakukan dilapangan dengan menggunakan peralatan ukur seperti : Theodolit; waterpas; alat ukur jarak; serta peralatan modem lainnya (GPS, total station dan lainya). Pengukuran topografi adalah pengukuran posisi dan ketinggian titik-titik kerangka pemetaan serta pengukuran detail topografi, sehingga dapat digambarkan diatas bidang datar dalam skala tertentu. Yang dimaksud dengan kerangka pemetaan adalah jaringan titik kontrol (X, Y) dan (h) yang akan digunakan sebagai referensi pengukuran dan titik kontrol pengukuran. (Subagio. 2000)
  1. Metode fotogrametris
Pengukuran detail topografi (pengukuran situasi) selain dapat dilakukan langsung dilapangan dapat pula dilakukan dengan teknik pemotretan dari udara sehingga dalam waktu yang singkat dapat terukur atau terpotret daerah yang seluas mungkin.
Dalam metode fotogametri ini, pengukuran dilapangan masih diperlukan khususnya untuk menentukan titik kontrol tanah yang diprlukan dalam proses fotogametris selanjutnya.
Pada dasarnya metode fotogametris ini mencakup fotogametris metrik dan interprestasi citra. Fotogametris metrik merupakan ilmu dan teknik pengukuran citra, sedangkan interprestasi citra merupakan pengenalan serta identifikasi suatu objek pada foto. Dengan metode fotogametris ini, pengukuran tidak perlu dilakukan lansung dilapangan tetapi cukup dilaksanakan di laboratorium melalui pengukuran pada citra foto.
Untuk dapat melaksanakan pengukuran tersebut, diperlukan bebrapa titik kontrol pada setiap foto udara. Titik kontrol ini dapat dihasilkan dari proses fotogametris selanjutnya yaitu proses triangulasi udara yang bertujuan memperbanyak titik kontrol foto (titik kontrol minor) beradasarkan titik kontrol tanah yang ada. (Subagio. 2000)
  1. Metode foto udara
Foto udara merupakan hasil pemotretan sebagian kecil permukaan bumi menggunakan kamera udara yang dipasang di atas pesawat terbang.
Dalam setiap kali pemotretan luas daerah yang tercakup sangat sempit dibandingkan dengan luas daerah yang akan dipotret. Agar seluruh daerah tertutupi dengan foto maka pemotretan hams dilakukan secara periodik dan terencana. Untuk itu harus dibuat rencana jalur pesawat terbang sedemikan rupa sehingga semua daerah dapat terfoto.

http://cwienn.wordpress.com/2009/06/17/pemetaan-topografi/

poligon terbuka terikat sempurna


Poligon Terbuka

Poligon terbuka adalah merupakan rangkaian titik-titik yang mempunyai sudut, dimana titik awal dan titik akhirnya berlainan. Poligon terbuka menurut atau ditinjau dari cara pengikatannya dibedakan beberapa macam, yaitu :
1. Poligon terbuka terikat sempurna

Poligon terbuka terikat sempurna, adalah dimana kedua ujung poligon diawali dan diakhiri pada titik tetap serta azimuth awal dan azimuth akhir telah diketahui secara pasti. Poligon terbuka terikat sempurna merupakan poligon terbaik karena adanya kontrol koordinat.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzYmDlNzRdpWD-zOKzaJWDLHbgP0OlU4x_YswTqtGnMLsNE2TXY-HoEESDvED-IPEl1gjoUzNfzjFl_Hdn0jVABub4CR7ljZadsomCo78dsy6AFML7Ib7lcLlKucQG-DDHT57I1q3MW_A/s320/Polterbukaterikatsmpn.jpg

Keterangan Gambar. :
A, B, C, D = titik-titik ikat yang telah diketahui koordinatnya.
α AB, α CD = azimuth sisi poligon yang telah diketahui koordinatnya.
d 12, d 23, .. = panjang sisi poligon
β1, β2, β3, ...= sudut-sudut hasil ukuran

persamaan penyelesaian poligon terbuka terikat sempurna :

1. Cara kontrol sudut.

α akhir – α awal = ( n – 2 ) x 180’ – { β }
dalam hal ini :
n = banyaknya sudut yang diukur
{ β } = jumlah sudut yang diukur

Adanya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran maka persamaan tersebut tidak dapat terpenuhi, sehingga timbul koreksi sudut sebesar fβ.
Persamaan tersebut menjadi :

α akhir – α awal = ( n – 2 ) x 180 – { β } ± fβ

Kesalahan penutup sudut fβ dibagi rata-rata pada semua sudut yang diukur. Bila kesalahan penutup sudut tidak dapat dibagi rata, maka koreksi sudut terbesar diberikan pada sudut yang mempunyai sisi terpendek.

Hitungan koreksi :
a. Sudut terkoreksi : βi’ = βi ± fβi
b. Azimuth sisi poligon terkoreksi :
    α i’ = α i ± fβi

Hitungan koordinat :
X2 = X1 + d12 sin α12’
Y2 = Y1 + d12 cos α12’

Demikian pula untuk menghitung koordinat titik-titik yang lain dengan cara prinsip yang sama seperti diatas.

2. Cara kontrol koordinat.

X akhir – X awal = {d sin α }
Y akhir – Y awal = { d cos α }

Adanya kesalahan “accidental” pada ukuran jarak, persamaan tersebut tidak dapat terpenuhi sehingga persamaan tersebut menjadi :

X akhir – X awal = { d sin α } ± { fx }
Y akhir – Y awal = { d cos α ) ± { fy }

{ fx } : koreksi absis
{ fy } : koreksi ordinat

Kesalahan penutup koordinat fx dan fy dibagi rata pada proyeksi absis dan ordinat, besarnya koreksi sebanding dengan panjang sisi poligon.

Xi = di/{d}x{fx}, misal X12 = d12/{d}x{fx}
Yi = di/{d}x{fy}, misal Y12 = d12/{d}x{fy}

Perhitungan koordinat titik poligon :

X2 = X1 + d12 sinα12’ + X12
Y2 = Y2 + d12 cosα12’ + Y12

Demilian pula untuk perhitungan koodinat titik-titik yang lain dengan cara dan prin
http://mazprie82geodesi.blogspot.com/2010/11/poligon-terbuka-terikat-sempurna.html